Selasa, Juli 22, 2025
Berita

Ketua STTI Kupang Tawarkan Beasiswa Penuh untuk Intan, Korban Penyiksaan Majikan di Batam

humasbatam.com – Sebuah tragedi memilukan terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Seorang perempuan muda bernama Intan, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menjadi korban penyiksaan fisik dan psikis oleh majikannya selama berbulan-bulan. Namun, dari penderitaan tersebut, harapan baru muncul ketika STTI Kupang menawarkan beasiswa penuh kepada Intan, membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Sekitar pukul 02.00 pagi, seorang warga melihat perempuan dengan tubuh penuh luka berdiri gemetar di dekat sebuah rumah. Warga itu segera melapor ke polisi. Tak lama kemudian, petugas mendatangi lokasi dan menemukan Intan dalam kondisi luka parah dengan memar di sekujur tubuh.

Setelah mendapat laporan, pihak kepolisian langsung melakukan tindakan cepat. Mereka menyelidiki lokasi kejadian dan mengamankan pelaku — seorang wanita berusia 40 tahun yang dikenal sebagai majikan Intan. Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa pelaku telah menyiksa Intan secara sistematis selama lebih dari tiga bulan, baik secara fisik maupun verbal.

Begitu kabar ini menyebar, masyarakat pun bereaksi keras. Berbagai organisasi perlindungan tenaga kerja dan aktivis HAM menyuarakan kemarahan mereka. Mereka mendesak pemerintah untuk memperkuat perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga, yang selama ini kerap berada dalam posisi rentan.

Sementara itu, simpati publik mengalir deras. Di media sosial, muncul gerakan solidaritas dan penggalangan dana untuk membantu pemulihan Intan. Dukungan moral dan material pun berdatangan dari berbagai penjuru negeri.

Di tengah perhatian publik yang tinggi, muncul kabar yang membahagiakan. Dr. Yanti, Ketua STTI Kupang, mengumumkan bahwa lembaganya akan memberikan beasiswa penuh kepada Intan. Beasiswa ini meliputi seluruh biaya pendidikan, tempat tinggal, dan kebutuhan sehari-hari hingga Intan menyelesaikan studinya.

Dr. Yanti menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai bentuk empati dan dukungan nyata terhadap korban kekerasan. Ia berharap, Intan bisa pulih dan membangun masa depan yang cerah melalui pendidikan. “Kami ingin menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar penonton,” ujarnya.

Keluarga Intan menyambut kabar ini dengan penuh rasa syukur. Mereka tidak menyangka bahwa di balik tragedi ini, akan ada jalan keluar yang begitu berarti. Intan sendiri, meski masih dalam masa pemulihan, menyampaikan tekadnya untuk mengubah hidup lewat pendidikan.

“Ini seperti mimpi yang tiba-tiba menjadi nyata,” kata Intan. Ia juga berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi masyarakat tentang pentingnya memperjuangkan hak dan martabat pekerja.

Langkah Hukum dan Tuntutan Keadilan

Saat ini, pelaku telah ditahan oleh pihak kepolisian. Jaksa penuntut umum sedang menyusun dakwaan berdasarkan pasal-pasal terkait kekerasan terhadap pekerja serta pelanggaran hak asasi manusia. Proses hukum pun tengah berjalan, dan masyarakat berharap agar pengadilan memberikan hukuman yang setimpal.

Kasus ini memicu tuntutan publik agar pemerintah segera merevisi dan memperkuat Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang hingga kini belum mendapat perhatian serius.

Kisah Intan menjadi simbol dari banyaknya kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia yang sering luput dari pengawasan. Namun, solidaritas masyarakat dan komitmen lembaga pendidikan seperti STTI Kupang menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin.

Intan kini tidak hanya menjadi korban, tetapi juga simbol perjuangan dan harapan. Dengan pendidikan sebagai senjatanya, ia bertekad bangkit dan menjalani hidup yang lebih bermakna.

Perjalanan Intan mengajarkan bahwa meskipun kekerasan bisa meninggalkan luka mendalam, dukungan dan kesempatan bisa mengubah segalanya. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan harus terus bekerja sama untuk memastikan bahwa tak ada lagi pekerja rumah tangga yang menjadi korban.

Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan sistemik, bukan sekadar berita sesaat. Perlindungan tenaga kerja, terutama di sektor informal, harus menjadi prioritas nasional.

Exit mobile version